Bintang Kejora
By Haifa Humairah
Malam ini langit begitu indah dengan bintang-bintang ditemani rembulan yang bersinar terang. Angin bertiup sepoi-sepoi mendinginkan suasana, aku duduk di balkon luar kamarku menatap langit. Ada kisah dimana aku begitu menyukai bintang kejora. Bintang yang mengingatkanku pada sosok Moza.
Tepatnya sejak kematian Moza, aku menutup diriku dari dunia luar bahkan Moza salah satu alasan mengapa hatiku tak dapat menerima siapapun selain dirinya. Aku tak ingin jatuh cinta lagi jika aku harus kehilangannya. Moza adalah bintang kejora yang paling indah dan satu-satunya dalam hidupku. Kepergiannya meredupkan seluruh cahaya di wajahku hingga benar-benar padam."Vid, sampai kapan loe mikirin Moza terus? Moza udah gak ada dan dia pengen loe bahagia, ngelanjutin hidup loe tanpa dia, berhenti nyakitin diri loe sendiri. Moza pergi bukan kesalahan loe, itu udah takdir dan gue harap loe ngerti", kata Nino tanpa aku hiraukan.
"Za, apa kamu disana bahagia? Aku merindukan kamu, Za. Kamu sepenggal kisah yang menghantuiku. Tak peduli berapa lama sang waktu membawamu pergi. Kamu, kisah yang telah gagal aku akhiri", batinku berharap Moza mendengarnya dari jauh.
Pagi ini aku disibukkan dengan proyek dari Pak Budi. Aku begitu kesal saat tahu Bayu bukannya membantuku malah sibuk mencari informasi mengenai mahasiswi baru fakultas pertanian yang bernama Marsha. Aku bahkan tak mengenali sosok yang Bayu incar selama ini dan aku berharap tak akan berurusan dengannya. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang tak sengaja menabrakku sehingga kertas-kertas yang kubawa berhamburan terjatuh, aku pun refleks memungut kertas-kertas tersebut.
"Maaf, aku gak sengaja. Kamu gak kenapa-kenapa kan? Kertasnya gak rusak, lecet, atau kotor kan? Aku bener-bener minta maaf", kata perempuan itu merasa bersalah.
"Iya gak apa-apa kok", kataku dan menoleh ke arah wajah perempuan itu seketika membeku.
Betapa terkejutnya aku dia begitu mirip dengan Moza. Aku seolah melihat hantu namun saat membaca name tag-nya bertuliskan "Marsha Azira". Nama itu seolah tak asing bagiku, aku sering mendengarnya, jelas aku ingat bahwa perempuan ini incaran Bayu.
"Kamu beneran gak kenapa-kenapa kan? Wajah kamu pucat banget", kata Marsha.
"Iya gak apa. Maaf, aku harus segera jumpain dosen", kataku datar dan beranjak pergi.
Takdir seakan mempermainkanku, baru beberapa waktu lalu aku berharap tak bertemu lagi dengan sosok Marsha, dia malah muncul dihadapanku saat ini membawakan makanan kesukaanku, cup cakes. Dia terkenal jago memasak seantero kampus walaupun mahasiswi baru dan selalu menemuiku di perpustakaan.
"Aku ingin menghindarinya namun atas dasar apa? Apa karena dia mirip Moza?" pikirku.
"Hai Vid, apa kabar? Cobain dong cupcakes buatan aku, ini khusus buat kamu. Jangan lupa dimakan ya", kata Marsha dan hanya kujawab dengan anggukan.
"Sha", suaraku yang mampu menghentikan langkah kaki Marsha.
Aku bahkan tak tahu kekuatan apa yang membuatku tergerak untuk memanggilnya, selama ini aku selalu mengabaikan kehadirannya meski dia mirip Moza namun sikap mereka bertolak belakang. Moza begitu dingin dan Marsha begitu ramah pada siapapun.
"Apa kamu tahu cara move on dan belajar melepaskan seseorang yang udah gak ada?", tanyaku.
"Menurut aku, kamu jangan sibuk menghindar tetapi lebih baik dihadapi. Seseorang yang telah pergi gak mesti dilupain karena dia udah ada dalam ingatan. Sekeras apapun kita melupakan dia, mustahil. Terlebih jika dia begitu istimewa dalam hidup kita. Setidaknya kamu mengubah ingatan itu jadi kenangan bukan menyimpan ingatan itu menjadi sesuatu yang menyakitkan", kata Marsha panjang lebar.
"Lalu bagaimana jika sosoknya seakan kembali dan benar-benar nyata dalam wujud orang lain? Misalnya kamu menemukan orang yang mirip dengan dia. Apa yang akan kamu lakukan?", tanyaku penasaran dengan jawaban Marsha.
"Aku bakal jatuh cinta sama dia jika memang dia orang yang tepat, terkadang banyak hal di dunia ini yang sulit di mengerti namun aku memilih menyerahkannya pada takdir, ia akan menuntunku kemana aku harus melangkah. Semangat, Vid", kata Marsha dan beranjak pergi.
Sungguh jawaban Marsha begitu membuat pikiranku kacau sejak tadi siang hingga malam ini dan aku tak mengerti sejak kapan sosok Marsha bisa mengalihkan duniaku. Dia bukanlah Mozaku dan takkan menggeser posisi Moza di hatiku. Aku ingat kalimat yang pernah Moza ucapkan "Malam adalah kesempatan indah untuk berdoa, beristirahat, memaafkan, melupakan dan memulai hari esok yang lebih baik".
Bayu menghampiriku yang tengah duduk di kantin dan mengajakku ke lapangan. Lapangan sepi karena tidak ada pertandingan apapun pagi ini. Aku bingung dengan sikap Bayu yang tiba-tiba mendorongku.
"Vid, gue gak nyangka loe nusuk gue dari belakang. Loe jelas tau gue ngicar Marsha, kenapa jadi loe yang deket ma dia?", tanya Bayu dengan emosi meluap-luap.
"Loe salah paham, Bay. Gue sama Marsha gak ada apa-apa, kita cuma sebatas teman, gak lebih", kataku.
"Temen? Temen apaan yang nangis di pundak temennya terus meluk temennya? Gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalau Marsha meluk loe buat nenangin loe, Vid", kata Bayu.
"Bay, dengerin penjelasan gue", kataku menahan langkahnya dengan mengejarnya.
"Gak ada yang perlu dijelasin, Vid. Gue rasa kita gak perlu temenan lagi, loe gue end", kata Bayu meninggalkanku.
Setahun telah berlalu, kata-kata Marsha mungkin benar sudah saatnya bagiku menerima kenyataan bahwa Moza telah tiada. Aku harus memulai lembaran baru perjalanan hidupku. Mungkin akan ada saatnya nanti hadir sosok yang mengisi kekosongan hatiku seiring berjalannya waktu. Aku juga bahagia karena Marsha selalu ada disisiku, dia sahabat terbaik yang kumiliki selain Nino. Dia begitu mengerti aku jauh dari yang aku duga, dia merasakan hal yang sama seolah dia ada di posisiku.
"Vid, aku udah tahu alasan kenapa dulunya kamu ngindarin aku. Karna aku mirip Moza kan? Aku nemuin foto dia di kamar kamu waktu aku ngambil buku minggu lalu. Kenapa kamu gak pernah cerita?", tanya Marsha.
"Maaf, selama ini aku hanya cerita soal Moza ke Nino. Aku gak maksud nutupin apapun dari kamu, aku nunggu waktu yang tepat buat cerita semuanya ke kamu. Makasih kamu udah berjuang tuk jadi sahabat aku bahkan hingga detik ini masih bertahan. Aku gak mau kehilangan kamu, Sha", kataku.
"Vid, kamu tau gak? Moza itu sepupu aku. Sejak kecil keluarga kami selalu mengira kami kembar. Aku gak tahu kalau cowok yang selama ini dia bangga-banggain itu kamu. Aku baru tau karena foto Moza di kamar kamu. Moza suka menceritakan tentang kamu yang buat aku pengen ketemu kamu tapi sebelum Moza kenalin kamu ke aku, dia justru udah gak ada", kata Marsha sedih.
"Apa? Jadi kamu sepupunya Moza? Sha, aku mencintai kamu bukan karena kamu mirip Moza tetapi aku menyadari satu hal kalau aku gak ingin kehilangan kamu. Setahun kita sahabatan aku lebih mengenal kamu dan aku semakin yakin dengan perasaan aku", kataku.
"Vid, kamu yakin dengan semua ini? Aku gak mau kamu bersama aku tetapi kamu hidup dalam bayang-bayang Moza karena aku bukanlah Moza, kami berbeda meski wajah serupa. Vid, aku gak mau kamu anggap sebagai Moza karena aku mencintai kamu", kata Marsha.
"Sha, Moza memang pernah ada dalam hidup aku dan jadi kenangan terindah buat aku walaupun gak bisa disentuh tetapi kenangan itu bisa dibuka sewaktu-waktu. Ingatan bisa hilang seiring berjalannya waktu tapi perasaan aku ke dia nggak. Waktu cuma sekedar membuat kata tamat tentang kisah aku dan dia. Sha, mulai detik ini kamu satu-satunya orang yang aku tunggu dan posisi kamu utama buat aku, aku akan selalu ngejagain kamu. Apa kamu bersedia jadi sahabat hidupku? Mendampingiku dalam suka maupun duka?",tanyaku.
"Aku ngerti, Vid. Sejak aku milih kamu, aku udah nerima semua kekurangan dan kelebihan kamu. Aku juga gak hanya nerima kamu di masa kini tetapi juga masa lalu dan segala hal yang udah tutup buku. Aku percaya kamu yang terbaik untuk aku. Jadi aku bersedia jadi sahabat hidup kamu", kata Marsha.
"Makasih, Sha. Makasih buat semua waktu dan kesempatan yang udah kamu kasih ke aku juga mencintai aku dengan tulus. Aku David Attaki akan menyayangi Marsha Azira selamanya hingga maut memisahkan", kataku.
Itulah akhir kisahku dengan Marsha yang kini menjadi istriku. Bukan melupakan yang menjadi masalahku selama ini melainkan menerima. Dengan menerima takdir kamu akan menemukan kebahagiaan yang tak terduga. Ketika kamu mengikhlaskan kepergian seseorang maka hatimu akan tenang dan skenario Tuhan selalu yang terbaik. Marsha mengajarkanku banyak hal salah satunya cinta yang membebaskanku dari belenggu masa lalu. Aku adalah orang yang paling beruntung sedunia karena memilikinya.
"Vid, aku punya bintang di bumi yang bisa aku kasih ke kamu walaupun gak banyak seperti bintang di langit. Bintang yang aku rangkai akan selalu bersinar kapan pun kamu mau. Bintang yang selalu ada untuk kamu tanpa perlu nunggu malam tiba. Bintang itu adalah aku dan ini", kata Marsha memelukku dan memberikan sebuah pin berbentuk bintang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar