20 Juni 2018

Love Makes Me Free But Feels Wrong


Aku ria, kisah ku bermula dari mengenal dia, mencintai dia tanpa mengnalnya lebih dalam , tanpa 
berfikir panjang. 
Cinta yang ku genggam bukan memiliki perasaan dalam melainkan perasaan yang dangkal dan sesaat 
bisa habis tergerus. 
Pa maafkan aku...
Gadis kecil lugu mu ini sudah benar benar melupakan ucapanmu. Cinta ini seperti narkoba membuat 
ku candu, cintaku ini seperti bius membuat ku mati rasa. Tuak, wine, bier kalah memabukan dari 
cinta. 
Sore itu aku iseng membuka facebook, Jemari ku terus menelusuri. senang bukan main, foto-foto ku 
bertaburan jempol. Komen manis pun memyambut tiap di list notifikasiku. 
Bunyi petir sudah menyambar - nyambar jendela kamar kosan kecil ku ini kututup rapat, selimut tebal 
ku tarik setinggi dada. Hujan yang di tunggu datang menghapus jejak palsu kehampaan manusia. 
TOK TOK!! 
"Ri, lo lagi ngapain? " teriak tetangga kosan ku. Ingin rasanya berpura-pura tidur tapi dia akan terus 
mengetok pintu berwarna coklat itu sampai aku bicara. 
"NGANTUK. Mager gw" teriak ku dari dalam selimut. Merungkup, menikmati hangatnya dekapan 
selimut yang ngalahin dekapan mantan (lebih enak punya orang) . 
Tiba - tiba, layar hp ku hidup terang menderang di dalam selimut. Kulihat semua pesan di 
facebook, yang jarang sekali aku lihat. 
"hi" tulisnya. Sepertinya seorang pria, akun bernama joe satriani dengan gambar akun sebuah gitar.
Masih meraba dan menduga.
"hi juga" balasku
Dengan cepat di balas nya "boleh kenalan? ". 
Jawab ku santai "boleh".
Dan hubungan kami pun berjalan satu minggu dan sudah berganti alat komunikasi yaitu bbm. Selang 
seminggu hanya percakapan biasa, normal dan naruli lelaki gombal !. Ya namanya kucing liat ikan 
asin meraung - raung. Singkat cerita dia ingin bertemu, ku iyakan saja. 
"kamu dimana? " tulisnya di bbm ku yang sedari tadi bunyi ,Plenteng plentong. 
"pake baju putih polkadot celana jins rambut ikel duduk di hokben, cendili" aksen cadel ku buat agar 
imyut. 
"hi" seorang laki - laki yang tidak sesuai expetasiku, menyapaku renyah.
"hi juga, joe ya? " tanya ku terbata melihat cwo tampan yang ku kira akan zonk. 
"boleh duduk" tanpa di persilahkan dia duduk di hadapanku, tanpa memilih duduk di sampingku. 
Waktu terasa hening., seakan-akan semua orang melihat kami, "mau pesen apaan? " tanya nya 
membelah keheningan. Sumpit yang sudah ku pegang dari tadi ku tunjukan padanya " oh saya sudah pesan, nih menjelang abis.

"oh maaf menunggu lama, macet" katanya dan jawaban itu samar-samar di dengar. Lelaki yang di 
hadapanku ini seorang pria berumuran 29thun dan paras matang dan pendiam. 
"hayo melamunin apa? " hentaknya membuyarkan lamunan ku tentang dirinya. 
"move yuk, udah kelar makan. Gimana kita muter". Kata ku belaga dingin tak tersentuh dan 
MAHAL!. 
Diapun berjalan mendahului aku, dari tubuhnya yang tegap sangat elegan dan cucok buat di 
pamerkan di kampus. Lamunan yang sudah melintang kemana - mana sampai tak sadar tangan ini di 
raih nya. Hingga kelas mahal dingin Dan tak tersentuhku, Hilang seketika. 
"bagaimana ini" hatiku deg degan seseorang pria ya g baru ku kenal seminggu sudah berani 
memegang tangan ku. 
Hanya berkeliling dan menikmati baju-baju yang bertengger memanggil namaku, melambaikan 
tangan dan bersiul. Tapi pria ini tak berhenti bahkan tambah ngebut. Setiap gang ruko dia lewati bak 
rosi di sentul.
"pulang ya. Saya capek Banget" Kataku agar dia melepas tangan ku, Dan membiarkan aku setidaknya 
meraba baju yang ku lewati. Dan itu tak terjadi justru dia malah menggengamku erat .
Lampu lalu lintah yang seperti pelangi hanya merah yang menyala, pria ini terus menariku bahkan 
berlarian kecil menyebrangi perempatan yang berhenti karna takut lampu merah itu. 
"kita mau kemana?" tanya ku sambil mengatur nafas
"pulangkan" jawabnya singkat dan tak terdengar jelas
"emang tau rumah ku? " dia tak menjawab, dan seketika ku ingat betapa bodonya ku memberitahu 
alamat kosan ku. "Ya sudah lah gak ngongkos gratis". Menunggu lama ku kira dia pake mobil atau 
motor. Teryata tidak hanya sebuah mini bus kuning yang ugal-ugalan jadi saksi bisu perjalan pertama 
kami. 
"serius? " tanya ku sedikit kesal
"ayo" jelasnya menarik ku lagi. 
Di atas bis hanya bisa bergumam sendiri tanpa banyak berdiskusi, Pria macam apa hari pertama naik 
bus. Pria macam apa hari pertama tak mentraktir, Pria macam apa ya g tak pernah bertamya aku mau 
apa tidak. Itu saja yang di benak ku, menohok keras di sel otak ku dan berdenyut-denyut membuat 
pusing dan mual. 
Sesampai di depan kosan. " ops ops sampai sini aja". Jawabku menunjukan bener kosan putri
"iya" Jawabnya. Tanpa ba bi be bo, pria yang ku tau namanya joe itu pergi. Itu pertemuan pertama 
dan spertinya terakhir hinggat 6 bulan tak ada kabar beritanya. 
" RIaaaa bangunnnn " kakak ku membangunkan ku seakan ada gempa , aku sedang menginap di 
rumah Kakakku. Karna orang tua ku sedang mengunjungi kami.
"ada apaan sih lo bangunin gw? " tanya ku kesal dengan nyawa seadanya. 
"ngapuss deeeeeekkkkkk! " ucapnya panjang sekali seperti kereta dan sontak ku berlari menerjang 
siapapun di kamar mandi. Beberapa menit mandi koboykupun selesai

"pa ma ria pamit kuliah dulu ya " sangat jelas masih terbayang waktu kuliah suka mengenakan kemeja 
yang rapih tapi brantakn setiba di kampus. 
Jam 8 pagi tepat sebelum dosen masuk. Seorang laki laki sibuk mengintipin kelas ku. "Misi ya mas"
kata ku sopan. 
Saat melihat wajahya shyok banget. "ngapain kamu disini" ucapku agak keras hingga se isi kelas 
menoleh. 
Ku tarik saja di keluar hingga sampai gerbang tempat kuliah ku, karna jarak kelas dan gerbang cukup 
dekat. 
"mau ngapain sih? ".
"mau jemput kamu! ".
"gila jam 8 mau jemput. Ogah cabut gw " bantahku kesal. 
"ya udah kuliah saja" katanya acuh dan pergi masuk ke dalam kampus yang kuliat mengarah ke 
mesjid di dalam kampus. 
Aku tak ambil pusing.
Jam pertama hingga jam terakhir sudah selesai " gak berasa ya.. Udah sore aja" ucap teman sebelah 
bangku ku. Ku lihat lagi jam sudah jam 5 dan memikirkan pria satu itu.
Iseng bercampur penasaran. Ku jajaki kaki ku ke arah mesjid yang jarang ku kunjungi itu. Dia masih 
di sana dan sedang memakai sepatu. 
"dari pagi? " wajah syok ku terpampan jelas. 
"iya. Udah kelar? Pulang apa makan dulu?". Kagum, aneh, tersipu malu saat itu, Mungkin ini tipu 
muslihat tuk mendapatkan cintaku. Kebetulan di depan kampus ada beberapa warung. Kami pun ikut 
duduk dan menyantap pecel lele dengan es kelapa muda andalan penambah ion yang ilang dari tubuh 
hihihi.
"kemana aja 6bulan?" Tanyaku sinis.
"g kemana-mana " singkat jelas padat.
"kerja apaan sih joe? ". Tiba-tiba dia tertawa hampir terbahak-bahak.
" nama ge bukan joe. Nama gw rivai panggil aja vai ".
"lah salah lo gak ngasih tau duluan " tangkisan. Agar tak malu.
Malam itu hanya sampai situ dia mengantarku dan pulang. Dia menyimpan banyak rahasi dariku, 
banyak perihal dirinya yang membuat diriku ingin menguliik kisah di balik dirinya. Tinggi, hitam 
manis, tak banyak bicara, tidak terlalu cerdas tapi dari apa yang dia lakukan menungguku dari pagi sampai sore membuat ku berpikir dia tipe orang setia dan patut ku pertahankan. Walau sempat terbesit 
"mangnya enggak ada kerjaan apa lo".
Sudah setahun saja kami menjalni hubungan ambigu ini. Arus tarik ulur hubungan sudah jadi garam di 
sayuran. Sedikit demi sedikit sifat yang tak terlihat mulai bermuncul contohnya
Di malam hari yang berangin dan dingin, karna masalah sepele dia berkelahi dengan beberapa 
orang. Dan disitu mulai aku mengenalnya sebagai orang yang tempramen dan anehnya aku tak 
menakuti itu malah semakin merasa tertantang menaklukan orang seperti itu bukan untuk 
menundukan dia tapi lebih memikirkan merubah dia. 
Masalah di keluargaku mulai membuat ku bosan, Selalu itu-itu saja. Perbedaan pendapat yang 
melarangku tinggal di rumah kakak perempuan ku. Sedangkan kakak satunya lagi tak ingin aku 
ngekos. 
Fikiran ku bulat. Untuk berhenti kuliah dan menjauh dari mereka, berhenti kerja pun sudah ku 
putuskan. Dan berhenti menafkahi kedua orang tua ku yang sudah ku jalani sedari lulus smk. 
Sedangkan kakak yang lain hanya berpangku tangan bahkan terkadang meminta bantuan untuk 
membiayai sekolah anak Mereka.
Yang aku punya hanya cinta dari seorang pria yang belum ku kenal sepenuhnya. Hubungan kami 
berlanjut ke hal serius dia mulai menyarankan untuk tinggal bersama tapi bukan di kosan melainkan 
dirumah keluarganya. 
Aku bingung aku ragu tapi aku butuh aku yakin ini tak apa dan tak merugikan siapapun walau adat 
timur menolak keras kondisi seperti itu. kabur setahun dari pergulatan Menafkahi keluarga. Tenang,
kondosif dam cinta ini yang membebaskan dari berbagai himpitan. 
Cita-cita ku tunda, harapan ku tunda, ke. Inginan ku tunda. Sampai dititik aku hamil. Kebebasan itu 
membuat ku berbadan dua. Membuatku menyesali keputusan ku satu tahun lalu. Membuat ku terpuruk 
kelubang, membuat ku berdiam menangis tersudut meringkuk.
"vai aku hamil"
"hah" wajah nya pucat pasih
"gimana ini?" tanya ku sendu merunduk melihat perutku yang sudah dihuni malaikat kecil.
"ya bagaimana lagi, aku siap bertanggung jawab" jawabnya memeluk ku, menenangkan ku. Cinta 
yang dia berikan dari satu tahun hampir sama membebaskan dari pemikiran yang ku buat, secara 
halus membelenggu ku dari dalam.
Hari dimana kami ke dokter. Dan dokter tersebut menyatakan sudah masuk 1 bulan perutku. Di saat 
kami pulang hanya perbincangan biasa. Masih sempat kami bercanda gurau membayangkan waktu 
dimana kami akan menjadi seorang ayah dan ibu. 
Tiba-iba benak ku bergumam nyaring tapi tak bersuara, saat semua angan impian ku terbesit bahkan 
mulai sirnah karna angan angan yang sudah kami bicarakan tetang si jabang bayi" beli pil yuk" 
"buat apa" tanya nya
"aku masih ingin menggapai impianku" dia tertunduk ,dia mendengar itu hanya mengikuti ku. Salah 
satu teman ku yang mempunyai kenalan tuk membeli obat itu. Tapi tuhan berkata lain obat itu tak 
mempan sama sekali, mungkin hati kecil vai yang tak memyuarakan pendapatnya memohon agar janin ini selamat. Sekali lagi ku coba makan buah yang dilarang minuman bersoda dan hal lain. Janin 
ini kuat bahkan tambah besar dan normal serta sehat.
"sudah lah, aku akan menikahimu" jawabnya baku, tenang dan memelukku aku hanya terisak 
menangis menanggapi cobaan begitu berat. Kami memutuskan keruamah kakakku yang ke dua 
orangtua ku sudah menunggu. Jelas mreka menunggu diruang tamu. Ibu sudah mengelap matanya.
Padahal aku belum meberitahu apa-apa perihal malaikat kecil ini. Aku hanya menelpon " buk 
pak, saya mau kerumah tolong tunggu ada yang mau saya bicarakan" hanya itu dan di jawab ringan 
oleh mereka. 
Aku masuk pertama kali dan duduk di hadapan mereka . Kakak ku ikut berlinang air mata. Genangan 
di matakupun ikut mengalir lebih deras dari mereka.
"apa makaud tujuan kalin kesini? " Bapak bertanya dengan nada kasar.
"Pak maafin ria" simpuhku menyentuh kaki ibu yang tak ingin melihatku. Vai ikut berlutut, Isak 
tangis membuat drama makin dramatis. Terasa pukulan ringan di pundak ku. "maaf ria ibu" lirihku 
memohon. 
Bapak pergi masuk ke kamar membanting pintu. 
"siapa nama kamu dek? "
Tanya kk permpuanku
"rivai kak panggil vai aja"
"kamu pulang dulu ya. Kami selesaikan dulu disini"
"tapi kak, ria bagaimana?. tolong jangan diapakan. Bayi kami gak bersalahkak" hanya suara nya saja 
yang ku dengar dari ujung pintu. Itu kata-kata nya. Sebuah kalimat yang jelas dan lantang yang tak 
pernah ku dengar keluar dari mulutnya.
Vai pun pergi, suara motornya sudah menjauh, Ibu menangis dan pergi ke kamar bapak. Kakak 
menarik ku kekamarnya. 
Kakak yang single parent menangis di hadapanku yang duduk di kasurnya. " y sudah tunggu bapak 
ibu tenang " ujarnya. 
Esokan harinya. Aku malu menunjukan wajah ku pada mereka, aku takut pada bapak. Aku takut pada 
ibu. 
"pak bu maafkan ria" terkekeh ku menyentuh kedua kaki orang tua yang masih membendung 
emosinya di hadapanku "segera nikah, nasi sudah jadi bubur". kata bapak tak melihatku. 
"makasih pak" ibu yang menangis memeluk ku, pasti hatinya hancur dan remuk aku yang dulu tulang 
punggung menghancurkan masa depan ku hanya karna sebuah kebebasan. 
2 minggu sebelum pernikahan bapak meninggal, kepergian bapak menggores luka tambah 
dalam. Bertumpuk penyesalan sudah tartata di lubuk hatiku. Di karnakan bapak baru meninggal
resepsi pun di batalkan kami hanya menikah di KUA seadanya.
"ngapai kamu pergi ?" ucap bapak.
"memangya kenapa disini ?" decis bapak.

"kamu wanita !" lirih bpak.
"ya sudah hati - hati" empat kalimat yang menohok kan ku ingat sampai mati
Pernikahan sudah berjalan sebulan. Polemik mencintai apa adanya sudah jadi makanan sehari-hari.
Tanpa persiapan tanpa tabungan membangun keluarga kecil. Berdasarkan cinta yang membebaskan. 
Rumah satu petak dengan kamar mandi di luar beramai – ramai. Tak ada layar petak berwarna yang 
bisa menghibur, udara sejuk. Mengandalkan pintu yang terbuka dan serobek kardus.
"itu kan pilihan mu" kalaminat itu menakutkan menyeramkan. Menusuk ku dari dalam. janin yang ku 
kandung sudah mulai membengkak, meminta asupan lebih yang tak mungkin terjangkau. Hanya 
termenung menunggu kepulangan suami yang tak kunjung ada beritanya. Benar kata ibuk ku bibit
bebet bobot, aku tak perduli gunjingan orang saat dulu aku tak berfikir kelak akan makan apa jika 
bibit bebet dan bobot tak di pertimbangkan.
Hanya ingin melepas penat dari kondisi yang membebankan pundak menjadi mala petaka seumur 
hidup yang harus ku tanggung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar