21 Juli 2018

Menjadi Orang Tua yang Cerdas Mengenali Kecerdasan Anak


Musim liburan telah berakhir dan anak-anak kembali sibuk dengan sekolahnya di kelas yang baru. Tapi masih lekat di ingatan saya ketika hari pembagian rapor di sekolah. Saat itu kebetulan saya duduk di dekat meja guru, otomatis saya mendengar semua percakapan guru dengan tiap orang tua murid yang maju ke depan.

Karena anak saya namanya berawalan huruf R maka dia berada di urutan yang lumayan jauh antriannya untuk dipanggil. Alhasil, saya mendengar hampir semua percakapan guru dengan orang tua murid. Memang sih menguping itu nggak sopan, tapi heeeii, saya nggak nguping, melainkan tak sengaja “mendengar” dengan jelas karena jaraknya lumayan dekat. *membela diri*

Nah, dari hasil  “mendengarkan”, saya bilang ke diri saya sendiri, saya nggak mau jadi orang tua yang menekan anak untuk mendapatkan nilai yang sempurna, orang saya saja nggak sempurna saat sekolah dulu. Range nilai 100 hingga 85 sering, tapi bukan berarti nilai 10, 20, 30, 40 nggak pernah dapat, saya pernah dapat nilai 10 untuk Bahasa Indonesia yang notabene adalah Bahasa sehari-hari, sampai ibu saya bilang, “Kamu itu anak bule opo piye kok Bahasa Inggris malah lebih bagus nilainya dari Bahasa Indonesia?” hehehe..


Bukan nilai yang menjadi patokan kecerdasan anak



Di saat membagikan rapor, Gurunya adek berulang kali bilang ke beberapa orang tua murid, jangan dimarahin ya, Mah anaknya. Nilai jelek bukan berarti putra atau putri panjenengan bodoh. 


Wali Kelas Favorit Ibu Suprapti



Beliau guru yang sangat bijak menurut saya, sayangnya sebagian besar di antara orang tua itu justru terkesan menyalahkan anaknya. Rata-rata bilang, “iya tuh bu guru anak saya jelek nilainya karena memang susah disuruh belajar."
"Anak saya itu mainan hape terus tiap hari, sudah kecanduan."

"Kalau menggambar dia suka, bisa seharian betah, tapi disuruh bikin PR lama sekali."


Saya jadi sedih mendengarkan mereka curhat “menyalahkan anak”. Karena buat saya anak tuh nggak salah, kita sebagai orang tua yang mestinya belajar mengarahkan dengan mengenali minat dan bakat anak. 


Adek yang hobi membaca


Kalau tahu anaknya suka menggambar ya masukkan saja ke sanggar lukis, kalau suka baca buku ya ajak ke perpustakaan atau belikan buku cerita yang banyak bermuatan pendidikan, kalau suka musik ya minta saudara atau tetangga untuk mengajari bila dirasa masuk ke sekolah musik terlalu mahal, kalau anak suka mainan ya kan bisa diarahkan untuk membeli mainan edukatif atau bahkan membuat mainan sendiri.



Adek membuat mainannya sendiri


Meski tak berhubungan langsung dengan pelajaran sekolah, tapi jangan menganggap semua kegiatan itu tak bermanfaat karena kecerdasan kognitif alias kecerdasan intelektual tak melulu menyoal nilai akademis. Ketika anak kita memiliki bakat seni musik ataupun menggambar, suka membuat mainan sendiri atau pun suka membaca, anak kita sudah termasuk anak cerdas loh karena #AnakCerdasItu kreatif.


mainan yang sudah dibuat adek berbahan kertas



Adapun anak cerdas beberapa ciri-cirinya lainnya adalah aktif, memiliki konsentrasi intens, daya ingat kuat, memiliki kosakata yang tinggi, memperhatikan detail, memiliki imajinasi yang tinggi, tertarik dengan banyak hal, membaca lebih awal dan memiliki bakat seni.

  
                                                  
Adek ketika berkreasi



Dan kita sama-sama tahu, setiap anak itu adalah unik. Seperti kedua anak saya yang memiliki minat dan bakat yang berbeda. Kakak menunjukkan minat yang besar di musik, olahraga dan akademis. Adeknya lebih ke seni kriya dan menggambar, disuruh belajar? Susah. Olahraga? Malas. 




ballpoint, kardus, sumpit, dan pensil bekas dengan kawat sebagai pengait


Apakah lantas saya menyerah? Tidak. Saya sedikit memaksa mereka untuk berkenalan dan mencicipi semua bidang. Saya selalu bilang, “coba dulu kalau memang nggak suka kita ganti lainnya.” Kenapa? Karena anak-anak biasanya suka “hidup” dengan imajinasinya. Bisa jadi imajinasi mereka tentang hal baru itu adalah “mengerikan” padahal dicoba saja belum. Karenanya buat saya #AnakCerdasItu adalah anak yang berani mencoba hal baru dan keluar dari ketakutannya.


Dulu pertama menolak ikut Taekwondo, begitu dua kali mencoba sekarang sudah sampai di sabuk merah

















Oh, iya setelah saya perkenalkan bidang baru pada mereka, saya tentu saja wajib untuk tak malas mendengarkan suara hati anak-anak, bila mereka bilang tak bahagia ya sudah berhenti kita coba lagi yang lainnya. Berulang tak bosan saya lakukan. Karena buat saya #AnakCerdasItu ya anak yang berani mengemukakan pemikirannya serta berani mengembangkan minat dan bakatnya dengan dibantu diarahkan oleh orang tua yang cerdas mengenali bakat dan minat anak-anaknya. Jadi jangan gampang melabeli anak dengan anak saya itu nggak cerdas karena nilai rapornya saja jelek. Tetapi lihat apa yang sudah kita lakukan untuk mengembangkan kecerdasan anak.

Selain itu, kita juga perlu memastikan anak mendapatkan asupan gizi yang baik. Bukan karena di rumah tidak ada masakan bergizi. Tetapi kadang juga karena ada anak  yang bermasalah dengan nafsu makannya. Nah, di sini juga orang tua mesti cerdas mengenali makanan apa saja sih yang mereka sukai, kira-kira bisa nggak makanan yang mereka sukai itu disulap menjadi makanan yang bergizi? Anak nggak suka sayur bisalah kita siasati dengan misal dicampur nasi goreng, atau dimasukkan ke olahan roti. 


nasi goreng sayur

Dan tentunya bisa dilengkapi dengan suplemen multivitamin seperti Cerebrofort yang mengandung Lysin dan biotin yang berguna untuk meningkatkan nafsu makan anak dan juga meningkatkan metabolisme sehingga gizi anak tetap terjaga.

                                                       
Kandungan Cerebrofort Gold



Cerebrofort Marine Gummy


Jadi, mari kita #DukungCerdasnya anak kita yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Berhenti membandingkan anak-anak kita dengan anak orang lain, tanamkan di pikiran kita kalau anak kita itu anak cerdas dan hebat karena itu juga bisa menjadi sebuah kekuatan doa buat mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar