Musim liburan telah
berakhir dan anak-anak kembali sibuk dengan sekolahnya di kelas yang baru. Tapi
masih lekat di ingatan saya ketika hari pembagian rapor di sekolah. Saat itu
kebetulan saya duduk di dekat meja guru, otomatis saya mendengar semua percakapan
guru dengan tiap orang tua murid yang maju ke depan.
Karena anak saya namanya
berawalan huruf R maka dia berada di urutan yang lumayan jauh antriannya untuk
dipanggil. Alhasil, saya mendengar hampir semua percakapan guru dengan orang
tua murid. Memang sih menguping itu nggak sopan, tapi heeeii, saya nggak
nguping, melainkan tak sengaja “mendengar” dengan jelas karena jaraknya lumayan
dekat. *membela diri*
Nah, dari hasil “mendengarkan”, saya bilang ke diri saya
sendiri, saya nggak mau jadi orang tua yang menekan anak untuk mendapatkan
nilai yang sempurna, orang saya saja nggak sempurna saat sekolah dulu. Range
nilai 100 hingga 85 sering, tapi bukan berarti nilai 10, 20, 30, 40 nggak
pernah dapat, saya pernah dapat nilai 10 untuk Bahasa Indonesia yang notabene
adalah Bahasa sehari-hari, sampai ibu saya bilang, “Kamu itu anak bule opo piye
kok Bahasa Inggris malah lebih bagus nilainya dari Bahasa Indonesia?” hehehe..
![]() |
| Bukan nilai yang menjadi patokan kecerdasan anak |
Di saat membagikan rapor, Gurunya adek berulang kali bilang ke beberapa orang tua murid, jangan dimarahin ya, Mah anaknya. Nilai jelek bukan berarti putra atau putri panjenengan bodoh.
![]() |
| Wali Kelas Favorit Ibu Suprapti |
Beliau guru yang sangat
bijak menurut saya, sayangnya sebagian besar di antara orang tua itu justru
terkesan menyalahkan anaknya. Rata-rata bilang, “iya tuh bu guru anak saya
jelek nilainya karena memang susah disuruh belajar."
"Anak saya itu
mainan hape terus tiap hari, sudah kecanduan."
"Kalau menggambar
dia suka, bisa seharian betah, tapi disuruh bikin PR lama sekali."
Saya jadi sedih
mendengarkan mereka curhat “menyalahkan anak”. Karena buat saya anak tuh nggak
salah, kita sebagai orang tua yang mestinya belajar mengarahkan dengan
mengenali minat dan bakat anak.
![]() |
| Adek yang hobi membaca |
Kalau tahu anaknya suka
menggambar ya masukkan saja ke sanggar lukis, kalau suka baca buku ya ajak ke
perpustakaan atau belikan buku cerita yang banyak bermuatan pendidikan, kalau
suka musik ya minta saudara atau tetangga untuk mengajari bila dirasa masuk ke
sekolah musik terlalu mahal, kalau anak suka mainan ya kan bisa diarahkan untuk
membeli mainan edukatif atau bahkan membuat mainan sendiri.
![]() |
| Adek membuat mainannya sendiri |
Meski tak berhubungan
langsung dengan pelajaran sekolah, tapi jangan menganggap semua kegiatan itu
tak bermanfaat karena kecerdasan kognitif alias kecerdasan intelektual tak
melulu menyoal nilai akademis. Ketika anak kita memiliki bakat seni musik
ataupun menggambar, suka membuat mainan sendiri atau pun suka membaca, anak
kita sudah termasuk anak cerdas loh karena #AnakCerdasItu kreatif.
![]() |
| mainan yang sudah dibuat adek berbahan kertas |
Adapun anak cerdas beberapa ciri-cirinya lainnya adalah aktif, memiliki konsentrasi intens, daya ingat kuat, memiliki kosakata yang tinggi, memperhatikan detail, memiliki imajinasi yang tinggi, tertarik dengan banyak hal, membaca lebih awal dan memiliki bakat seni.
Adek ketika berkreasi
Dan kita sama-sama tahu,
setiap anak itu adalah unik. Seperti kedua anak saya yang memiliki minat dan
bakat yang berbeda. Kakak menunjukkan minat yang besar di musik, olahraga dan
akademis. Adeknya lebih ke seni kriya dan menggambar, disuruh belajar? Susah.
Olahraga? Malas.
![]() |
| ballpoint, kardus, sumpit, dan pensil bekas dengan kawat sebagai pengait |
Apakah lantas saya
menyerah? Tidak. Saya sedikit memaksa mereka untuk berkenalan dan mencicipi
semua bidang. Saya selalu bilang, “coba dulu kalau memang nggak suka kita ganti
lainnya.” Kenapa? Karena anak-anak biasanya suka “hidup” dengan imajinasinya.
Bisa jadi imajinasi mereka tentang hal baru itu adalah “mengerikan” padahal
dicoba saja belum. Karenanya buat saya #AnakCerdasItu adalah anak yang berani
mencoba hal baru dan keluar dari ketakutannya.
![]() |
| Dulu pertama menolak ikut Taekwondo, begitu dua kali mencoba sekarang sudah sampai di sabuk merah |
Oh, iya setelah saya
perkenalkan bidang baru pada mereka, saya tentu saja wajib untuk tak malas
mendengarkan suara hati anak-anak, bila mereka bilang tak bahagia ya sudah
berhenti kita coba lagi yang lainnya. Berulang tak bosan saya lakukan. Karena
buat saya #AnakCerdasItu ya anak yang berani mengemukakan pemikirannya serta
berani mengembangkan minat dan bakatnya dengan dibantu diarahkan oleh orang tua
yang cerdas mengenali bakat dan minat anak-anaknya. Jadi jangan gampang
melabeli anak dengan anak saya itu nggak cerdas karena nilai rapornya saja
jelek. Tetapi lihat apa yang sudah kita lakukan untuk mengembangkan kecerdasan
anak.
Selain itu, kita juga
perlu memastikan anak mendapatkan asupan gizi yang baik. Bukan karena di rumah
tidak ada masakan bergizi. Tetapi kadang juga karena ada anak yang bermasalah dengan nafsu makannya. Nah, di
sini juga orang tua mesti cerdas mengenali makanan apa saja sih yang mereka
sukai, kira-kira bisa nggak makanan yang mereka sukai itu disulap menjadi
makanan yang bergizi? Anak nggak suka sayur bisalah kita siasati dengan misal dicampur
nasi goreng, atau dimasukkan ke olahan roti.
Dan tentunya bisa dilengkapi
dengan suplemen multivitamin seperti Cerebrofort yang mengandung Lysin dan
biotin yang berguna untuk meningkatkan nafsu makan anak dan juga meningkatkan
metabolisme sehingga gizi anak tetap terjaga.
Kandungan Cerebrofort Gold
Cerebrofort Marine Gummy
Jadi, mari kita
#DukungCerdasnya anak kita yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Berhenti
membandingkan anak-anak kita dengan anak orang lain, tanamkan di pikiran kita
kalau anak kita itu anak cerdas dan hebat karena itu juga bisa menjadi sebuah
kekuatan doa buat mereka.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar