Hari ini hari Minggu, waktunya Nisa untuk latihan taekwondo di gedung olahraga kampusnya. Namun, hari ini turun hujan dengan lebat, tapi Nisa tidak mengurungkan niatnya untuk latihan taekwondo.Ya begitulah dirinya, Annisa Farnaz Shafana yang kerap dipanggil Nisa atau Ica yang merupakan Mahasiswi jurusan Arsitek yang memiliki bakat di bidang Taekwondo.Tinggal bersama Ayahnya dan pembantu rumah tangga, Bi Irna.Ibunya telah meninggal 2 tahun yang lalu akibat mengidap penyakit leukimia. Keadaan tersebut sungguh membuat Nisa sangat terpukul dan larut dalam kesedihan. Kini ia hanya memiliki Ayahnya, tak memiliki saudara sebab ia anak sematawayang. Setelah lulus SMA, ia bangkit dari kesedihannya dengan cara menggeluti bidang Taekwondo. Sejak kepergian Ibunya pula, Ayahnya menjadi Ayah yang menjadi over protective. Semua yang ingin Nisa lakukan menjadi terbatas.
"Bi… Ica pergi latihan dulu ya. Nanti kalo Ayah nanya, bilang aja aku ada di gedung olahraga kampus.."ujar Nisa sembari memakai jaket.
" Tapi ini lagi hujan toh ndok…" Bi Irna malah menjadi khawatir
" Ah biasa aja, Fisik anak taekwondo mah kuat… haha..pergi dulu Bi.. Dahh" ucap Nisa seraya pergi dari rumah.
Sesampai di Gedung Olahrga, Nisa langsung pergi ke unit Taekwondo dan memulai latihannya seorang diri, bergulat dengan samsak favoritnya.
"Asik bener. Lembur nih mbak?" ucap Dhea yang tiba-tiba datang ke Unit Taekwondo bersama Wira.
"Anak rajin… Nih kita ada berita baik buat lu" sambung Wira
Nisa pun terdiam ketika mendengar perkataan Wira.
"Berita apa ? Aku dapet samsak baru ? Asik…"
"Ge-er nih si mbak. Ada peluang nih buat kita untuk ikut kejuaraan nasional" ujar Dhea
" Dan lu dipercaya buat ikut kejuaraan itu sebagai perwakilan" sambungWira
"Eh, serius ? tapi gue kudu izin ama Ayah gue dulu Wir, tau kali Ayah gue kayak gimana" Nisa sangat antusias ketika mendengar berita itu, namun di lain sisi ia harus mendapatkan izin dari Ayah.
"Kalo dia ga kasih lu izin gimana Nis?" tanya Dhea
Nisa terdiam sejenak.
"Liat nanti…" jawab Nisa sembari kembali memukul samsak favoritnya. ***
Kesempatan kejuaraan tingkat Nasional terus terngiang-ngiang di kepala Nisa. Kesempatan besar menantinya namun ada halangan yang menantinya. Yaitu izin dari Ayah. Saat ini waktu yang tepat, Nisa dan Ayah tengah menghabiskan waktu bersama di ruang keluarga. Nisa langsung teringat dengan kesempatannya di kejuaraan tingkat Nasional itu.
"Mmm… Yah…" Nisa mencoba memanggil Ayah yang tengah fokus menonton acara TV.
" Iya ca? Kenapa sayang ?" tanya Ayah sembari menatap wajah anak sematawayangnya itu.
" Ica dapet kesempatan buat ikut kejuaraan di tingkat Nasional. Ica ikut ya? Lumayan yah kalo menang. Dapet beasiswa, biaya kuliah terjamin pokoknya enak deh." Bujuk Nisa
"Bisa gak kamu cukup ikut latihan aja di kampus nak? Kalau ikut kejuaraan, otomatis kamu harus latihan lebih keras, nanti kuliah kamu terbengkalai. Lagipula, masa depan seorang PNS kayak Ayah lebih terjamin kan nak…" ujar Ayah sambil mengusap rambut Nisa
"Tapi Ica ga suka kalo Ica jadi PNS yah, Ica mau jadi atlit Taekwondo. Ayah ga usah khawatir soal masa depan aku yah…"
"Ica mau ikut kejuaraan itu, Ayah ga akan tau Ica bisa atau engga di Taekwondo kalo Ayah ga pernah kasih Ica kesempatan dan mencoba liat Ica kalo Ica tanding…"jelas Ica sambil pergi ke kamar tidur nya.
Ayah hanya terdiam dan memikirkan nasib Anaknya kelak kalau Anaknya terjun di bidang olahraga.
"Kasih ia kesempatan dulu pak…" ujar Bi Irna
"Kalau bapak cinta sama Ica, jangan kekang dia pak…Biarin aja dia sering latihan sama teman-temannya. Percaya sama Ica pak, dia anak yang baik kan…" sambung Bi Irna
Ayah hanya mengangguk angguk. Yang sebenarnya Ayah inginkan adalah yang terbaik untuk Nisa, ingin masa depan anaknya terjamin, mengikuti jejaknya untuk menjadi PNS.
***
"Eh Nis, hari ini jadi latihan lagi kan?" tanya Dhea
"Iya jadi" jawab Nisa
"Pak Bambang udah nanyain lu aja tuh soal kejuaraan itu. Dan gimana soal izin Ayah lu?" Dhea menjadi kepo
" Dia gak kasih gue izin. Tapi ini satu satunya jalan buat gue buktiin ke beliau kalo gue bisa Dhe. Yaudah lah gue ikut aja dah." Kata Nisa
"Etdah ? Lu nekat nih ? Yakin ?" tanya Dhea panik
"Iya, gue mau buktiin ke Ayah gue. Gue capek dikekang mulu sejak Ibu udah gak ada. Dia cinta sama gue, tapi gue malah ga bisa ngerasain cintanya dia. Seharusnya dia dukung gue. Harusnya cinta itu membebaskan apa yang kita mau selagi itu baik …" tutur Nisa
Dhea hanya mengangguk dan hanya dapat mendukung apa yang Nisa lakukan saat ini. Begitulah keputusan Nisa, nekat ikut kejuaraan tingkat Nasional tanpa peduli lagi izin dari Sang Ayah. Di kesempatan ini ia akan membuktikan kalau menjadi atlit olahraga tak kalah hebat dengan PNS, ia ingin masa depan ditentukan ia sendiri dan mendapat dukungan dari Ayah. Resiko sudah pasti ada, Ayah akan marah besar bila ia tahu, Nisa sudah siap dengan itu, namun ia akan bertekad untuk memenangkan kejuaraan itu sebagai bukti pada Ayahnya. Selama ini, Ayah selalu mengkekang Nisa untuk pergi kemana-mana, harus pulang lebih awal, tidak boleh latihan terlalu sering, atau terkadang tidak boleh ikut pergi bermain dengan teman-temannya walau dirinya sudah berusia 18 tahun. Ia pikir ini adalah misi penting yang mana ayah tak boleh tahu kalau dirinya nekat mengikuti kejuaraan itu. Latihan taekwondo pun lebih ekstra, begitu pun dengan latihan fisik, Nisa sudah mengatur semua waktu latihan agar Ayah tidak curiga.
Ketika Nisa dan Bi Irna tengah asyik memotong sayur-sayuran untuk makan siang, Ayah datang menghampiri mereka seraya mengambil roti tawar serta selai kacang yang ada di meja makan.
"Wih, lagi sibuk buat masak nih? Tumben kamu bantu Bi Irna ca…"gurau Ayah
"Aku kan emang rajin ya Bi…" balas Nisa sambil tertawa kecil
"Ca, Ayah ada ide bagus untuk kamu. Kan kebetulan pendaftaran CPNS udah dibuka, kamu ikut daftar ya. Semoga jadi PNS kayak Ayah…" usul Ayah sambil memakan roti
Jelas, Nisa tidak menyukai usul Ayah yang satu ini, karena bertentangan dengan impian Nisa, menjadi atlit olahraga. Ia hanya terdiam dan memegang erat tangan Bi Irna. Bi Irna hanya tersenyum tipis, menarik napas dan menganggukkan kepalanya, yang maksudnya agar Nisa mengikuti dulu kemauan Ayah.
"I…iya yah…" jawab Nisa dengan keyakinan yang masih setengah
"Nah oke deh, Ayah langsung daftarin dulu ya…" jawab Ayah gembira sambil pergi ke ruang kerjanya
"Udah ndok, ikutin aja dulu. Ayahmu cuma pengen kamu punya masa depan yang baik. Kalo kamu yakin Taekwondo adalah satu satunya masa depan kamu, buktikan ke Ayah dari sekarang… Bi Irna doakan yang terbaik buat kamu ndok…" jelas Bi Irna
"Makasih banyak Bi, Ica jadi kangen Ibu…" ujar Nisa sambil memeluk Bi Irna, yang rasanya seperti memeluk Ibu. Entah kapan terakhir kali ia memeluk Ibu seperti ia memeluk Bi Irna.
Bi Irna hanya mengusap usap lengan dan rambut Nisa sambil tersenyum.
Kini Nisa bertambah semangat untuk memenangkan kejuaraan itu, tentu ia tak ingin kalah dan kelak malah menjadi PNS seperti Ayah. Usaha, do'a serta motivasi selalu ada pada diri Nisa. Semakin hari ia semakin semangat dan latihannya pun tak main-main.
"Semangat Nis !, lu kudu menang kan biar gak jadi PNS ? Haha bercanda…" gurau Wira
"Lu pasti bia Nis, buat semua orang bangga, termasuk Ibu lu…" Dhea ikut memberi semangat kepada Nisa yang tengah latihan di Unit Taekwondo. ***
Dan sampailah pada hari yang ditunggu-tunggu, Nisa sudah 100% siap untuk tanding di kejuaraan tingkat Nasional. Beribu pasang mata akan hadir dan mendukung setiap tim yang menjadi perwakilan. Nisa tidak memberitahu pada Ayah kalau hari ini, hari Rabu, ia akan bertanding di kejuaraan tingkat Nasional. Namun Bi Irna tau akan hal ini. Bila ia menang, kemenangannya akan menjadi kejutan dan bukti yang nyata bagi Ayahnya, dan bila ia kalah, mungkin ia terpaksa harus mengikuti tes CPNS dan menjadikan peristiwa ini menjadi pengalaman terbaik.
"Lakukan yang terbaik nak." Ujar pak Bambang sambil menepuk pundak Nisa
Nisa hanya mengangguk dengan penuh keyakinan. Dan setelah menunggu giliran, akhirnya waktunya ia bertanding. Babak penyisihan serta babak final pun telah Nisa lewati. Dan hasilnya, Nisa tidak dapat 3 terbaik, ia menjadi terbaik ke-4. Sungguh rapuh hati Nisa pada saat itu, walaupun Pak Bambang, Dhea, Wira atau teman-teman lainnya tetap bangga padanya. Ia merasa gagal untuk memberikan bukti yang ia janjikan waktu itu. Namun kemenangan berpihak pada Nisa, peserta yang menjadi juara ke-3 didiskualifikasi akibat terdapat kecurangan dalam bertanding, dan otomatis Nisa maju menjadi juara ke-3. Sungguh keajaiban yang tak terduga, walaupun ia belum bisa menjadi juara pertama. Akhirnya ia akan pulang dengan bukti yang ia janjikan waktu itu. Bi Irna pasti akan bangga. Semua teman-teman Taekwondo Nisa ikut bahagia, juga Pak Bambang. Pertandingan ini telah disiarkan di beberapa stasiun televisi, Bi Irna pasti menonton Nisa ketika ia bertanding. Akhirnya ia akan pulang dengan bukti yang ia janjikan waktu itu.
***
Di Kantor Ayah Nisa…
"Pak, selamat ya pak…"
"Saya turut bangga dengan Nisa pak.."
"Sampaikan salam buat Nisa ya Pak…"
Sekiranya kata-kata itu yang Ayah Nisa dapatkan di Kantor, ia tak tahu apa yang terjadi padanya maupun pada Nisa, ia pun segera pulang ke rumah untuk mencari tahu apa yang terjadi.
***
"Ayah, Nisa pulangggg" ujar Nisa dengan senang sambil membawa buket bunga dan kalung medali yang ada di lehernya
"Abis darimana ? tumben pulang telat" tanya Ayah
" Temen kantor ayah bilang selamat gitu buat kamu. Emang kamu abis ngapain ca?" ayah bertanya lagi.
"Aku menang di kejuaraan tingkat nasional yang waktu itu aku bilang ke Ayah. Udah aku bilang kan yah, aku bisa. Ini semua buat ayah dan ibu…" jelas Nisa
" Kamu ikut kejuaraan itu? Ayah gak setuju dari awal tapi kenapa kamu nekat sih? Ayah udah kasih tau, masa depan seorang PNS jauh lebih baik Ca… "
"Oh, pantes kamu selama beberapa bulan belakangan pola makan sangat dijaga, latihan setiap pulang kuliah. Kamu masih belum ngerti kenapa Ayah kayak ginin Ca?" tanya Ayah
"Ayah, Ica Cuma mau buktiin ke Ayah kalo masa depan Ica adalah Taekwondo, gak ada salahnya yah aku geluti bidang Taekwondo. Kalo Ibu masih ada, Ibu pasti dukung aku yah. Engga kayak Ayah…" jelas Nisa sambil menatap Ayah
Suasana rumah menjadi tegang, Bi Irna tidak bisa berbuat banyak, karena ia pikir ini adalah masalah keluarga yang tidak bisa diikutcampuri olehnya. Bi Irna hanya berharap Nisa mendapatkan yang terbaik.
"Ayah bilang kalau Ayah cinta sama Ica. Tapi Ica gak bisa merasakan cinta ayah. Sejak Ibu meninggal, Ayah berubah. Aku mau latihan, aku mau pergi atau apapun selalu dibatasi, diawasi dengan ketat, aku gak bisa bergerak bebas, aku terkekang yah… Cinta seorang Ayah seharusnya membuat anaknya merasa aman didekatnya, mendukung apa yang anaknya lakukan. Bukannya malah seperti ini, Ica mau ikut taekwondo, ayah larang, Ica malah harus ikut tes CPNS. Cinta itu yang membuat kita bebas dan nyaman, bukan terkekang yah… Aku iri sama temen-temen yang bisa pergi kesana sini buat ikut penelitian lah, lomba atau apapun. Ica sudah besar yah…" jelas Nisa sambil menangis karena tak tahan dengan sikap Ayahnya yang mengekangnya.
Ayah pun terdiam mendengarkan keluhan Nisa yang selama ini ia rasakan karena perbuatan Ayahnya sendiri.
" Dan alasan Ica nekat ikut kejuaraan ini, karena Ica bener-bener mau buktiin ke Ayah kalau masa depan seorang atlit Taekwondo itu ga seburuk yang ayah pikirkan. Banyak peluang di bidang olahraga yah… Walau Ica belum bisa dapat juara ke-1, seenggaknya Ica meraih juara ke-3, dan semua ini menjadi bukti ke Ayah kalau Ica bisa menentukan masa depan Ica sendiri, dan Ica juga bisa bergaul dengan teman-teman selagi itu baik tanpa harus dibatasi dengan berlebihan. Karena Ica bukan anak kecil lagi, Ica harus mencari jati diri Ica ayah… Ica pikir dengan juara tingkat nasional, Ayah akan bangga. Ternyata semua itu salah.." ujar Nisa dengan nada sedih.
"Ica tau ? kenapa Ayah melakukan ini semua sama Ayah ? Ayah pikir Ica tau lah ya, karena sudah berkali-kali Ayah kasih tau alasan Ayah mengarahkan masa depan kamu untuk jadi PNS macam Ayah. Tapi kamu gak tau kan nak kenapa Ayah menjadi over protective gini?" tanya Ayah pada Nisa
Nisa hanya menggelengkan kepala sambil mengusap air mata yang ada di pipinya.
"Sebelum Ibumu wafat, Ia sempat berpesan sama Ayah buat menitipkan kamu sama Ayah. Ibumu minta supaya Ayah lebih menjaga kamu kalau Ibu kamu udah pergi, terlebih kamu satu-satunya harta kami yang paling berharga. Ibumu minta jangan sampai Nisa lalai dengan masa depannya,Ibumu mau supaya masa depan kamu terjamin, pengen kamu diberikan yang terbaik dari Ayah, selalu bahagia dan bisa jadi kayak Ayah. Itu nak… Makanya sejak Ibumu meninggal, Ayah selalu mengingat pesan terakhirnya, dan Ayah akan berusaha menepatinya. Jujur Ca, Ayah Cuma pengen yang terbaik buat kamu, orang tua mana yang gak mau anaknya jadi orang hebat?" jelas Ayah
"Kamu bener-bener membuktikan tekadmu ya nak di bidang Taekwondo.Ayah pikir kamu sudah dewasa sekarang, jadi kamu bisa mabil keputusan yang tepat untuk masa depan kamu. Bi Irna banyak memberi Ayah pencerahan, hehe. Jadi, sekarang Ayah gak akan maksa kamu buat jadi PNS lagi, karena setiap orang punya minat dan bakat yang berbeda. Ayah hanya bisa mendukung kamu dengan penuh sekarang. Ayah bangga sama kamu Ca, Ibumu juga pasti bangga. Maafin a-"
Ketika hendak melanjutkan perkataan, Nisa memeluk Ayah dengan senyuman manis karena Ayah akan mendukung minatnya di bidang Taekwondo.
"Makasih banyak Ayah, maafin Ica suka bandel dan nekat ikut kejuaraan itu…"ucap Nisa
"Ayah juga ga akan membatasi kamu dalam bergaul selagi kamu bisa jaga diri. Yang penting kamu bahagia Ca…" jelas Ayah sambil mengusap rambut Nisa
"Dan, ayah tau? Karena Ica juara ke-3 Ica dapet undangan dari Bapak Presiden buat ikut kejuaraan Taekwondo di tingkat Internsionalll. Ica juga dapet beasiswa yah… Dan banyak lagi…" tutur Nisa dengan bangga
"Ayah bangga sama kamu nak… Terus kejar mimpi kamu ya. Kini, cinta ayah adalah cinta yang membebaskan. Membebaskan kamu mengukir mimpi, cita-cita dan segalanya." Jawab Ayah.
Akhirnya keadaan menjadi kembali tenang, Bi Irna turut senang melihat Ayah dan anak yang saling mendukung tanpa adanya lagi perselisihan tentang masa depan.
"Bi Irna, makasih banyak atas segalanya ya Bi" ucap Nisa sambil memeluk Bi Irna
"Iya ndok, selamat juga ya atas keberhasilannya, gak sia-sia deh kamu latihan hehe. Semangat buat kejuaraan internasionalnya ya ndok. Nanti Bi Irna gabisa ikut dampingin,soalnya nanti rumah ga ada yang jaga, Bi Irna juga takut ah pergi ke luar negri, jauh banget…" gurau Bi Irna
"Haha, Bi Irna bisa aja nih, yauda liat lewat TV rumah aja yaaa" jawab Nisa
"Kali ini Ayah ikut dampingin kamu, kalo tadi Ayah ga dampingin kamu juga karena gak tau kan. Hehehe" ucap Ayah
Begitulah sekiranya, Ayah telah merubah pikirannya tentang membesarkan anak sematawayangnya itu. Memberikan cinta, cinta yang membebaskan anaknya untuk menggapai mimpi dan mendukung anaknya untuk meraih masa depan yang cerah. Nisa yakin, kedua temannya, Dhea dan Wira akan senang mendengar keputusan Ayah. Dan Nisa berharap Ibu benar-benar bangga padanya dan bangga pada Ayah karena telah menjadi Ayah sekaliguh menjadi Ibu yang memberikan cinta yang amat besar.
Salsabilla ayudya

Tidak ada komentar:
Posting Komentar