3 Juli 2018

Hijrah Cinta

Hijrah Cinta

By Wanda Sakinah

    Malam ini, lagi-lagi Ardan tidak pulang ke rumah, dia asik clubbing dengan teman-temannya. Ya, Ardan adalah laki-laki yang nakal, bejat, tidak bermoral, dan dia juga seorang non-muslim.

    "Bro, udah malem ni, gak pulang lagi lu?" Tanya seorang teman Ardan sambil teriak-teriak karena mereka berada di tengah-tengah kerumunan pesta malam. "Yaelaah Bro, baru juga jam satu, nyantai aja kali, kita nikmatin dulu malem ini, ya gak?" Jawab Ardan dengan setengah sadar karena pengaruh alkohol yang dia minum.

    Pagi hari, tiba-tiba tanpa disadari Ardan sudah berada di atas kasurnya, siapa lagi kalau bukan teman-temannya yang mengantarkan pulang ke rumah. Ya, bisa dibilang mereka ini adalah seorang sahabat clubbing. Persahabatan mereka dimulai sejak Ardan ikut clubbing untuk pertama kalinya.

    Ardan adalah seorang mahasiswa disalah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta dan dia juga jauh dari kedua orangtuanya, tentu saja pergaulan bebas menjadi masalah utama untuk Ardan, apalagi teman-temannya yang tidak kuliah dan tidak jelas juga kegiatan kesehariannya.

    Ardan tinggal seorang diri di rumah kontrakan yang dia kontrak selama tinggal di Jakarta, tidak heran jika dia sering membawa teman-temannya keluar masuk rumah, karena tidak ada aturan di dalam rumah itu, sangat bebas. Dan dia juga sering membawa pacarnya ke rumahnya, pacar Ardan juga sama seperti dirinya, dia adalah gadis yang nakal dan juga suka clubbing.

    Jam 10.00 pagi menandakan Ardan harus pergi ke kampus untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa, mengingat dirinya jauh dari kedua orangtua tidak ada seorangpun yang peduli dengan dirinya di dalam dunia perkampusan, dia hanya pulang pergi saja, omongan dosen yang tidak digubris, masuk telinga kanan keluar telinga kiri sudah menjadi makanan Ardan.

    Setelah dua jam mengikuti mata kuliah di kelasnya, dia langsung pergi menemui teman clubbingnya itu. Tidak heran jika dia tidak memiliki seorang teman di kampusnya, karena siapa juga yang mau berteman dengan anak nakal, masa depan gak ada, pikir teman kampusnya.

    "Eh Bro, nanti malem jadi kan kita?" Tanya Ardan kepada teman-temannya yang juga lagi nongkrong disalah satu cafe andalannya itu. "Yoi Bro, kita pecahin malem ini juga" Jawab teman-temannya serentak, seolah mereka sudah memiliki rencana yang membuat hati mereka senang.

    Kerlap-kerlip lampu diskotik dan juga musik DJ yang menemani mereka, tidak perlu ditanya lagi mereka berada dimana, tentu saja di tempat clubbing yang biasa mereka kunjungi. Ya, ternyata rencana yang dibicarakan di cafe sore itu adalah rencana ini, rencana yang membuat hati mereka senang dan gembira karena ini adalah salah satu dari hobby mereka.

    "Sayang, malem ini gak usah pulang ya" Bujuk pacar Ardan dengan manja. "Yaelaah Sayaang, besok aku harus ngampus, maaf yaa" Jawab Ardan sambil membelai rambut Yeni, pacarnya. "Kamu gak pernah ada waktu buat aku deh perasaan, kali ini aja deh Yang, gak usah pulang, kita pecahin malem ini sama temen-temen" Bujuk Yeni sekali lagi. "Kamu gak ngerti posisi aku, aku kan jauh dari orangtua, aku harus kuliah, yaaa walaupun cuma ngisi absen aja sih, daripada kamu ngrengek gak guna kayak gini, mending kita manfaatin malem ini, ayo gabung ke tengah sama temen-temen". Jawab Ardan sambil menggeret tangan Yeni ke tengah-tengah pesta yang meriah itu, dan tidak lupa juga dengan segelas alkohol yang berada di tangan mereka berdua.

    Sangking enaknya dugem, Ardan sampai lupa waktu jika harus pulang ke rumah. "Woy Ardan, udah jam dua ni, lu gak pulang?" Teriak teman Ardan. "Ha, yang bener lu? Yaudah gue cabut dulu ya, nitip cewe gue, dia tidur di sofa, mabuk alkohol udah gak sadar, anterin dia pulang gue cabut duluan" Ujar Ardan sambil berpamitan dengan teman-temannya.

    Sesampainya di rumah, Ardan langsung tidur mengingat besoknya harus bangun pagi karena ada jadwal ngampus.

    Matahari telah menampakkan sinarnya, menandakan hari mulai siang, namun Ardan belum juga bangun dari tidurnya, dia masih terlelap karena kecapean gara-gara tadi malam. Alarm HP-pun sudah berbunyi 5 kali, namun tak kunjung membangunkan Ardan, baru yang ke-6 kalinya dia terbangun dari tidurnya dan langsung mandi untuk membersihkan bau alkohol yang menempel di badannya.

    Lagi-lagi Ardan terlambat masuk kuliah, apa mau dibuat lagian nasi sudah menjadi bubur, dia langsung lari ke kelas setelah memarkirkan motornya. Dan keberuntungan sedang menyertainya, ada kabar dari teman kelasnya bahwa dosen yang mengajar dikelasnya tidak hadir hari ini, dan ini adalah suatu kabar gembira untuk Ardan.

    Sepulang dari kampusnya, Ardan langsung melakukan rutinitasnya seperti biasa. Ya, apalagi kalau bukan nongkrong di cafe bersama teman tidak jelasnya itu. "Bro, kali ini gue yang traktir, abis dapet kiriman dari nyokap" Ujar Ardan dengan nada songong. Tetapi saat Ardan mencari dompetnya di dalam saku celana, dia langsung kelihatan panik mendapati dompetnya tidak ada di dalam saku. "Eh ada yang lihat dompet gue kagak?" Tanya Ardan kebingungan. Jelas teman-temannya berkata tidak dengan serentak, karena memang mereka tidak melihat dompet Ardan. "Yaelaah Bro, bilang aja lu kagak mau traktir, yaudah kita bayar sendiri-sendiri aja" Ujar salah satu teman Ardan dengan nada bercanda.

    Di lain tempat, terlihat perempuan tertutup dengan hijabnya yang panjang dan juga sehelai kain cadar di wajahnya, sehingga menampakkan matanya saja. "Assalamu'alaikum Arini, kenapa terlihat kebingungan begitu?" Tanya teman Arini yang tiba-tiba datang dan mengagetkan Arini. "Wa'alaikumsalam, hehe gak papa kok Silvi, saya tadi abis nemu dompet di kampus, saya bingung ini mau dikembalikan kemana, pasti sekarang pemiliknya sedang kebingungan" Jawab Arini khawatir. "Yaa Allah Rin, buka aja dompetnya, liat identitas si pemilik dompet" Ujar Silvi. "Takut gak sopan Sil, masa buka dompet orang tanpa izin sih". "Kamu itu loh Rin, polos banget sih, gak papa kali Rin, kita buka dompetnya hanya untuk mengetahui identitas saja, asal gak ngambil uangnya hehe" Sahut Silvi dengan nada bercanda. Setelah mendengarkan kata-kata Silvi, Arini langsung membuka dompet itu dan didapati sebuah kartu tanda mahasiswa. "Maa syaa Allah Sil, ini mah mahasiswa yang satu kuliahan sama saya, cuma beda fakultas dan jurusan saja hehe, in syaa Allah besok saya kembalikan ke pemiliknya" Ujar Arini.

    Arini Salsabillah. Ya, gadis berpaham agama yang kuliah disalah satu universitas negeri di Jakarta, dan dia mengambil prodi Al-Qur'an dan ilmu tafsir. Arini adalah sosok perempuan yang sangat agamis, begitupun juga dengan keluarganya. Arini juga sering mengikuti kegiatan-kegiatan positif di kampusnya, dan dia juga sudah menjadi guru tetap disalah satu pondok pesantren di Jakarta.

    Keesokan harinya, setelah kelas telah usai, Arini langsung menuju ke fakultas ekonomi jurusan manajemen bisnis untuk mengembalikan dompet salah seorang mahasiswa disitu. "Assalamu'alaikum, di kelas ini apa ada yang bernama Ardan Alvaro?" Tanya Arini kepada salah satu mahasiswa di kelas itu. "Wa'alaikumsalam, ada Mbak, bentar saya panggil Si Ardannya" Jawab mahasiswa itu. Tanpa menunggu lama Ardan langsung muncul dihadapan Arini. "Ada perlu apa Bro nyariin gue?" Tanya Ardan. "Apa benar Mas ini yang bernama Ardan Alvaro?" Tanya Arini dengan sopan. "Bener Bro, ada perlu apa sih? Kenal aja kagak" Jawab Ardan dengan ketus. "Alhamdulillah, jadi gini Mas, saya kemari nemuin dompet Mas jatuh di jalan waktu saya mau pulang, ini saya kembalikan" Ujar Arini sambil memberikan dompet Ardan. "Yaelaah Bro, gue kira udah ilang diambil orang, thanks ya Bro" Ucap Ardan berterimakasih. Ya, dompet itu adalah milik Ardan Alvaro, laki-laki nakal, laki-laki yang tidak mempunyai sopan santun, dan laki-laki yang tidak bisa menghargai perempuan. Setelah mengembalikan dompet kepada si pemilik, Arini langsung pulang untuk mengajar di pondokan seperti biasa.

    Saat perjalanan pulang dari mengajar, Arini sangat kaget melihat ada keramaian di jalan, lalu dia memutuskan untuk berhenti dan melihat apa yang sedang terjadi. "Innalillah, Pak tolongin Pak, saya kenal orang ini" Teriak Arini kepada bapak-bapak yang saat itu juga berada di lokasi kejadian.

    Setelah sesampainya di rumah sakit, Arini langsung menelvon keluarganya. "Assalamu'alaikum Abah, sekarang Arini lagi ada di rumah sakit, teman Arini kecelakaan Bah" Ujar Arini kepada Abahnya melalui telvon. "Wa'alaikumsalam Rin, iya Nak nanti Abah dan Umi nyusul kesana, kamu sekarang rawat temanmu dulu, dan jangan lupa minta sama Allah yang terbaik" Jawab Abah Arini sembari menenangkan hati Arini.

    Sebenarnya siapa yang sedang ditolong Arini? Kenapa Arini bilang bahwa dia adalah temannya? Padahal mereka baru saja bertemu tadi siang. Ya, siapa lagi kalau bukan Ardan Alvaro, dia tabrakan saat akan menemui teman-temannya di tempat tongkrongan seperti biasa. Tapi ada yang aneh, entah apa yang terjadi tidak ada satupun teman yang menjenguk Ardan saat dalam keadaan terluka seperti ini.

    Setelah beberapa jam Ardan terbangun dan sangat kaget karena dirinya sedang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit, sebenarnya gue ini kenapa? Pertanyaan itulah yang menyelimuti pikiran Ardan. "Assalamu'alaikum Mas, sudah sadar? Tadi saya menemukan Mas terluka di jalan, makanya langsung saya bawa ke rumah sakit, apakah Mas ingat saya? Saya yang mengembalikan dompet Mas tadi siang, dan Mas gak usah takut, kami ini bukan orang jahat, oh iya kenalin ini semua keluarga saya Mas" Ujar Arini menjelaskan kepada Ardan, tentu saja Ardan masih syok dengan keadaannya sekarang, ditambah lagi orang-orang yang baginya sangat asing, kenapa mereka mau menolong dirinya, mengingat zaman sekarang susah menemukan orang baik seperti keluarga Arini. Ardan semakin penasaran sebenarnya mereka ini siapa.

    Setelah beberapa hari Ardan dirawat oleh keluarga Arini, Ardan mulai berani bertanya-tanya tentang keluarga Arini. "Mbak kalau boleh tahu, kenapa semua keluarga perempuan lu mengenakan penutup kepala dan penutup wajah? Tanya Ardan . "Mas jangan pakai bahasa 'lu gue' lagi yaa, sekarang biasakan pakai 'saya kamu' saja" Ujar Arini. Sebenarnya Arini sudah tidak kaget mendengarkan bahasa gaul Ardan, karena memang dari awal pertemuan mereka, Ardan juga sudah menggunakan bahasa seperti itu, keluarga Arini juga sudah mengetahui kebiasaan dan perilaku Ardan, karena dihari pertama Ardan siuman, tanpa diminta oleh keluarga Arini, Ardan langsung menjelaskan bahwa siapa sebenarnya dirinya. Ya, seorang non-muslim, suka keluar malam, tidak mempunyai teman di kampusnya, hanya mempunyai teman diluaran sana, tentang hal itu keluarga Arini sudah tahu semuanya. "Mas Ardan sudah coba menghubungi orangtua Mas?" Tanya Arini. "Gue... eh maksudnya saya gak mau mereka tahu mbak, kasian nanti mereka khawatir, toh bentar lagi saya sembuh" Jawab Ardan. "Kalau teman-teman Mas sudah bisa dihubungi?" Tanya Arini lagi. "Mereka semua gak ada yang peduli mbak, dalam keadaan saya seperti ini mereka malah hilang, oh iya Mbak, pertanyaan yang tadi belum dijawab, kenapa keluarga perempuan Mbak semua mengenakan kain penutup kepala dan wajah?" Tanya Ardan untuk yang ke dua kalinya. Berhubung di ruangan itu bukan hanya mereka berdua, tetapi ada Abangnya Arini juga, maka dijawablah oleh Si Abang, "Ini namanya hijab Ardaan, dan sehelai kain diwajah itu namanya cadar, seseorang yang mengaku bahwa dirinya seorang muslimah, maka wajib baginya mengenakan hijab, tapi kalau cadar ini sunnah" Jelas abang Arini. "Tapi... ada tuh Bang, orang diluaran sana yang tidak memakai penutup kepala seperti Arini, padahal mereka muslim juga" Tanya Ardan semakin penasaran. "Hidayah itu dijemput, bukan ditunggu, kalau ditunggu itu namanya hadiah" Sahut Arini dengan tertawa kecil. "Terus Bang, kenapa Arini gak pernah nyentuh saya? Selalu Abang yang bantuin saya berdiri, bantuin saya jalan-jalan dan lain sebagainya" Tanya Ardan semakin menjadi. "Bukan mahromnya Ardaaan, kamu kan laki-laki, sedangkan Arini perempuan" Jawab Abang Arini "Hanya orang-orang tertentu yang bisa menyentuh dia" Tambahnya dengan nada pelan dan agak berbisik ke telinga Ardan. "Aturan darimana Bang?" Tanya Ardan semakin dalam. "Islam Ardan"  Jawab Abang Arini singkat. Namun dengan jawaban itu, hati Ardan menjadi bergetar untuk pertama kalinya. Entah apa yang Ardan pikirkan, semenjak dia dirawat oleh keluarga Arini sekarang dia semakin penasaran dengan Islam.

    Satu bulan terlah berlalu, dan Ardanpun juga sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi ada yang aneh, sekarang Ardan benar-benar tidak mempunyai teman, mengingat teman-teman dan pacarnya malah menghilang dalam keadaan Ardan sangat membutuhkan mereka, kini Ardan sadar bahwa mereka bukanlah teman sejati.

    Dari kesendirian Ardan dan kesunyian hatinya, Ardan jadi sering menghubungi keluarga Arini, dan sering mampir ke rumah Arini juga. Panggilan Abah, Umi dan Abang juga sudah menjadi panggilan Ardan untuk mereka. Dan merekapun semakin akrab.

    Setelah pulang dari kuliah Ardan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan Arini, bahkan saat Arini mengajar di pondok, Ardan juga sering ikut.  Dan dia selalu menunggu di luar ruangan.

    Suatu ketika saat perjalanan pulang dari mengajar, Arini mampir dulu ke masjid untuk melaksanakan sholat ashar, dan Ardan selalu menunggu di luar masjid, saat Ardan hendak membuang air kecil tiba-tiba dia mendengar suara Arini yang sangat indah. Bacaan apa itu? Pertanyaan itulah yang menjadi pikiran Ardan. Setelah Arini keluar dari masjid, Ardan langsung menghampiri Arini, "Bacaan apa yang tadi kamu baca? Kenapa begitu indah sekali?" Tanya Ardan. "Saya membaca Al-Qur'an Mas, surah Thaha". Mendengar jawaban singkat Arini, lagi-lagi hati Ardan menjadi bergetar untuk yang ke dua kalinya. Yang pertama saat mendengar kata Islam, dan yang ke dua saat mendengar bacaan surah Thaha.

    Setelah mereka benrbincang-bincang cukup lama di teras masjid, lalu mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

    Hari mulai malam, Ardan tidak bisa tidur, dia selalu memikirkan Arini dan semakin tertarik dengan Islam. Apakah Ardan jatuh cinta kepada Arini? Ah sepertinya tidak, mana mungkin bisa suka dengan perempuan yang belum pernah dia lihat wajahnya sama sekali, pikir Ardan.

    Setelah hampir menginjak 4 bulan berteman dengan keluarga Arini, Ardan memutuskan untuk menjadi mualaf karena ketertarikannya kepada Islam, dan dia juga semakin mantap untuk belajar ilmu agama lebih dalam lagi.

    Jam 01.00 siang Ardan memutuskan untuk pergi ke rumah Arini, agar Abahnya Arini segera mengIslamkan dirinya.

    Sesampainya di rumah Arini, tentu saja keluarga Arini sangat terharu mendengar bahwa Ardan ingin memeluk Islam. "Apakah kamu siap dan mantap Ardan?" Tanya Abah Arini. "Saya sudah mantap Bah, saya jatuh cinta dengan Islam" Jawab Ardan mantap. Setelah mendengar jawaban Ardan, lalu Abah Arini langsung membimbing Ardan untuk bersyahadat. Dan momen haru tersebut telah disaksikan oleh Umi, Abang, dan Arini.

    Setelah satu tahun Ardan telah memeluk Islam, sebenarnya sudah ada penolakan dari pihak keluarga Ardan, tetapi lambat laun keluarga Ardan juga sudah menerima keadaan ini. Apa mau dibuat, ini sudah menjadi keputusan Ardan, pikir mereka.

    Jalan beberapa tahun belajar ilmu Agama dengan keluarga Arini, Ardan mengungkapkan perasaan yang sekian lama telah dia pendam. Sebenarnya Ardan telah jatuh hati kepada Arini, sejak Arini merawatnya di rumah sakit dan menjelaskan apa itu Islam kepada dirinya.

    Tapi Ardan tidak punya cukup keberanian jika harus mengungkapkan di depan Arini langsung, dia selalu curhat kepada Abangnya Arini. "Apa pantas ya Bang, saya bersanding dengan Arini? Masalalu saya sangat buruk, sedangakan Arini mempunyai kepribadian yang sangat baik" Curhat Ardan kepada Abang Arini. "Istighfar Ardan, kamu gak boleh ngomong seperti itu, dan jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percaya itu, jatuh cinta itu memang wajar, tetapi menjadi tidak wajar ketika seseorang jatuh cinta sampai ia melupakan cintanya kepada Sang Maha Pemberi Cinta, kalau kamu memang benar-benar ingin serius dengan Arini, mintalah kepada Sang Pemilik Hati, siapa itu? Allah. Bukankah hanya Allah yang mengetahui isi hati dan dengan gampangnya membolak-balikkan hati hambaNya?" Ujar Abang Arini menasehati. "Lalu apa yang harus saya perbuat Bang?" Tanya Ardan. "Besok sore datanglah ke rumah, sampaikan tujuan kepada keluarga kami" Jawab Abang Arini. "Tapi apakah Arini mau  Bang?" Tanya Ardan sekali lagi. " Jawabannya besok Ardan"

    Keesokan harinya, tepat jam 04.00 sore, Ardan datang ke rumah Arini menyampaikan maksud dan tujuannya. "Arini buka cadarmu Nak, Ardan sudah menyampaikan maksud dan tujuannya datang kesini, dan dia berhak melihat wajah aslimu" Ujar Umi Arini. Setelah membuka cadarnya, Arini sangat tersipu malu sehingga pipinya menjadi merah merona. Ardan yang masih tetap melongo melihat wajah asli Arini langsung sadar ketika Abang Arini menyenggolnya, "Gimana Dan? Cantik gak?" Tanya Abang Arini. "Banget Bang" Jawab Ardan yang juga tersipu malu.

    Setelah mereka bertaaruf selama satu bulan, dan qodarullah jawaban disetiap doa Arini adalah nama Ardan, begitupun juga sebaliknya. Ardan juga sudah meminta restu kepada kedua orangtuanya melalui telvon dan mereka menjawab, terserah Ardan dan Arini gimana baiknya, mama sama papa ikut aja, dan kami disini selalu mendoakan kalian, pesan mama Ardan.

    Lalu merekapun memutuskan untuk melaksanakan akad dan prosesi pernikahan merekapun digelar secara sederhana. Kini mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri.

    Siapa sangka bila Ardan dan Arini sudah menjadi pasangan halal, bermula dari dipertemukannya dompet Ardan oleh Arini, hingga Arini menyelamatkan Ardan dari kecelakaan, dan sampai Ardan memeluk Islam. Jodoh memang tidak ada yang tahu, ini semua sudah diatur oleh Sang Maha Kuasa. Dan yang perlu diingat, kita harus menjadikan Allah nomor satu di hati kita. Jika ingin hijrah maka harus karena Allah.

    Jika Allah sengaja hilangkan salah satu cinta dalam hidup kita (seperti Ardan yang kehilangan teman-teman masalalunya). Maka Allah pasti akan ganti dengan kehadiran cinta yang lainnya, yaitu cintaNya Allah kepada Ardan, cinta yang benar-benar tidak akan dikhianati oleh siapapun.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar